Tipe-tipe Budaya Politik Budaya politik menunjuk pada orientasi dari tingkah laris individu/ masyarakat terhadap sistem politik. Budaya politik sanggup digolongkan ke dalam tiga tipe. Nah pada kesempatan kali ini, akan membahas ketiga tipe dalam budaya politik tersebut di sini. Semoga bermanfaat. Check this out!!!
Budaya politik dalam kehidupan politik dan negara memerlukan perilaku yang memperlihatkan sumbangan serta kesetiaan warganya kepada sistem politik dan kepada negara yang ada. Sikap ini harus dilandasi oleh nilai-nilai yang telah berkembang dalam diri warga masyarakat itu, baik secara individual maupun kelompok. Berdasarkan sikap, nilai, informasi, dan kecakapan politik yang dimiliki, Almond dan Verba menyatakan bahwa orientasi masyarakat terhadap budaya politik sanggup digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu budaya politik parokial, kaula, dan partisipan (1963: 22).
1. Budaya Politik Parokial
Budaya politik parokial biasanya terdapat pada sistem politik tradisional dan sederhana dengan ciri khas spesialisasi masih sangat kecil. Dengan demikian, pelaku-pelaku politik belum mempunyai pengkhususan tugas. Masyarakat dengan budaya parokial tidak mengharapkan apa pun dari sistem politik termasuk melaksanakan perubahan-perubahan.
Selain itu, di Indonesia, unsur-unsur budaya lokal masih sangat menempel pada masyarakat tradisional atau masyarakat pedalaman. Pranata, tata nilai, dan unsur-unsur adab lebih banyak dipegang teguh daripada problem pembagian kiprah politik. Pemimpin adab atau kepala suku yang nota bene yakni pemimpin politik, sanggup berfungsi pula sebagai pemimpin agama atau pemimpin sosial masyarakat bagi kepentingan-kepentingan ekonomi.
Ciri-ciri budaya politik parokial yakni sebagai berikut.
- Budaya politik ini berlangsung dalam masyarakat yang masih tradisional dan sederhana.
- Belum terlihat peran-peran politik yang khusus; kiprah politik dilakukan serempak bersamaan dengan kiprah ekonomi, keagamaan, dan lain-lain.
- Kesadaran anggota masyarakat akan adanya sentra kewenangan atau kekuasaan dalam masyarakatnya cenderung rendah.
- Warga cenderung tidak menaruh minat terhadap objek-objek politik yang luas, kecuali yang ada di sekitarnya.
- Warga tidak banyak berharap atau tidak mempunyai harapan-harapan tertentu dari sistem politik daerah ia berada.
2. Budaya Politik Kaula
Menurut Mochtar Masoed dan Colin Mac Andrews (2000), budaya politik kaula/subjek menunjuk pada orang-orang yang secara pasif patuh pada pejabat-pejabat pemerintahan dan undang-undang, tetapi tidak melibatkan diri dalam politik atau pun memperlihatkan bunyi dalam pemilihan.
Budaya politik kaula/subjek mempunyai frekuensi yang tinggi terhadap sistem politiknya. Namun, perhatian dan intensitas orientasi mereka terhadap aspek masukan dan partisipasinya dalam aspek keluaran sangat rendah. Hal ini memperlihatkan bahwa telah adanya otoritas dari pemerintah. Posisi kaula/subjek tidak ikut memilih apa-apa terhadap perubahan politik. Masyarakat beranggapan bahwa dirinya yakni subjek yang tidak berdaya untuk memengaruhi atau mengubah sistem.
Dengan demikian, secara umum mereka mendapatkan segala keputusan dan akal yang diambil oleh pejabat yang berwenang dalam masyarakat. Bahkan, rakyat mempunyai iman bahwa apa pun keputusan/ kebijakan pejabat yakni mutlak, tidak sanggup diubah-ubah atau dikoreksi, apalagi ditentang. Prinsip yang dipegang yakni mematuhi perintah, menerima, loyal, dan setia terhadap anjuran, perintah, serta kebijakan penguasa.
Ciri-ciri budaya politik subjek yakni sebagai berikut.
- Warga menyadari sepenuhnya akan otoritasi pemerintah.
- Tidak banyak warga yang memberi masukan dan tuntutan kepada pemerintah, tetapi mereka cukup puas untuk mendapatkan apa yang berasal dari pemerintah.
- Warga bersikap mendapatkan saja putusan yang dianggapnya sebagai sesuatu yang dilarang dikoreksi, apalagi ditentang.
- Sikap warga sebagai pemain drama politik yakni pasif; artinya warga tidak bisa berbuat banyak untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik.
- Warga menaruh kesadaran, minat, dan perhatian terhadap sistem politik pada umumnya dan terutama terhadap objek politik output, sedangkan kesadarannya terhadap input dan kesadarannya sebagai pemain drama politik masih rendah.
3. Budaya Politik Partisipan
Menurut pendapat Almond dan Verba (1966), budaya politik partisipan yakni suatu bentuk budaya yang berprinsip bahwa anggota masyarakat diorientasikan secara eksplisit terhadap sistem sebagai keseluruhan dan terhadap struktur dan proses politik serta administratif.
Dalam budaya politik partisipan, orientasi politik warga terhadap keseluruhan objek politik, baik umum, input dan output, maupun pribadinya sanggup dikatakan tinggi. Ciri-ciri dari budaya politik partisipan yakni sebagai berikut.
- Warga menyadari akan hak dan tanggung jawabnya dan bisa mempergunakan hak itu serta menanggung kewajibannya.
- Warga tidak mendapatkan begitu saja keadaan, tunduk pada keadaan, berdisiplin tetapi sanggup menilai dengan penuh kesadaran semua objek politik, baik keseluruhan, input, output maupun posisi dirinya sendiri.
- Anggota masyarakat sangat partisipatif terhadap semua objek politik, baik mendapatkan maupun menolak suatu objek politik.
- Masyarakat menyadari bahwa ia yakni warga negara yang aktif dan berperan sebagai aktivis.
- Kehidupan politik dianggap sebagai sarana transaksi, menyerupai halnya penjual dan pembeli. Warga sanggup mendapatkan menurut kesadaran, tetapi juga bisa menolak menurut penilaiannya sendiri.
Terima kasih sudah berkenan membaca artikel pendidikan kewarganegaraan wacana Tipe-tipe Budaya Politik, agar bisa bermanfaat. Jika ada dari Sobat sekalian yang menemukan kesalahan baik berupa penulisan maupun pembahasan, mohon kritik dan sarannya yang membangun untuk kemajuan bersama. Jangan lupa di like dan share ya ke teman-teman yang lainnya. ^^ Maju Terus Pendidikan Indonesia ^^
Lihat juga artikel lainnya yang berkaitan dengan budaya politik berikut:
Lihat juga artikel lainnya yang berkaitan dengan budaya politik berikut:
Buat lebih berguna, kongsi: