Trilogi Van Deventer: Pendidikan Barat Pada Periode Kolonial Belanda

Salah satu faktor intern muculnya organisasi pergerakan nasional Indonesia yaitu tumbuhnya pendidikan barat.

Perkembangan sistem pendidikan pada masa Hindia Belanda tidak sanggup dipisahkan dari politik etis. Ini berarti bahwa terjadinya perubahan di negeri jajahan (Indonesia) banyak dipengaruhi oleh keadaan yang terjadi di negeri Belanda.

Tekanan tiba dari Partai Sosial Demokrat yang di dalamnya ada van Deventer. Pada tahun 1899, Mr. Courad Theodore van Deventer melancarkan kritikan-kritikan yang tajam terhadap pemerintah penjajahan Belanda.

Kritikan itu ditulis dan dimuat dalam jurnal Belanda, de Gids dengan judul Een eereschuld yang berarti hutang akal atau hutang kehormatan.

faktor intern muculnya organisasi pergerakan nasional Indonesia Trilogi van Deventer: Pendidikan Barat pada Masa Kolonial Belanda
Gambar: de Gids 

Dalam goresan pena tersebut dijelaskan bahwa kekosongan kas negeri Belanda telah sanggup diisi kembali berkat pengorbanan orang-orang Indonesia.

Oleh sebab itu, Belanda telah berhutang akal kepada rakyat Indonesia. Untuk itu harus dibayar dengan peningkatan kesejahteraan melalui gagasannya yang dikenal dengan Trilogi van Deventer. Apakah kalian masih ingat dengan isi Trilogi van Deventer?

Politik yang diperjuangkan dalam rangka mengadakan kesejahteraan rakyat dikenal dengan nama politik etis. Untuk mendukung pelaksanaan politik etis, pemerintah Belanda mencanangkan Politik Asosiasi dengan semboyan unifikasi.

Politik Asosiasi berkaitan dengan perilaku tenang dan membuat relasi serasi antara Barat (Belanda) dan Timur (rakyat pribumi).

Dalam bidang pendidikan, tujuan Belanda semula yaitu untuk mendapat tenaga kerja atau pegawai murahan dan mandor-mandor yang sanggup membaca dengan honor yang murah.

Untuk kepentingan tersebut Belanda mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyat pribumi. Dengan demikian, jelaslah bahwa pelaksanaan politik etis tidak terlepas dari kepentingan pemerintah Belanda.

Sistem pengajaran kolonial dibagi dalam dua jenis yaitu pengajaran pendidikan umum dan pengajaran kejuruan. Keduanya diselenggarakan untuk tingkat menengah ke atas.

Berikut ini contoh-contoh sekolah yang didirikan pada zaman kolonial Belanda.

Pendidikan yang Berkembang Pada Masa Kolonial

Munculnya sistem pendidikan kolonial saat itu tidaklah berbanding lurus dengan kepentingan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Orientasi hasil pendidikan dirancang untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga bagi Hindia Belanda.

Setelah dilaksanakan politik etis, banyak forum pendidikan mulai berdiri. Namun, ada beberapa kendala masuk sekolah, menyerupai berikut.

1) Adanya perbedaan warna kulit (color line division).

2) Sistem pendidikan yang dikembangkan diadaptasi dengan status sosial masyarakat (Eropa, Timur Asing, atau bumi putera).

3) Bagi kelompok bumi putera masih dibedakan oleh status keturunan (bangsawan, priyayi, rakyat jelata).

Pendidikan kolonial pada awal masa ke-20 tumbuh cukup banyak terdiri atas beberapa tingkatan berikut.

1) Pendidikan Dasar

a) ELS (Europese Legerschool) dan HIS (Holandsch Inlandschool), untuk keturunan Indonesia orisinil golongan atas. Merupakan sekolah kelas satu.

b) Sekolah Kelas dua, untuk golongan Indonesia orisinil kelas bawah.

2) Pendidikan Tingkat Menengah

a) HBS (Hogere Burger School) , MULO (Meer Uitegbreit Ondewijs) dan AMS (Algemene Middelbare school).

b) Sekolah Kejuruan, menyerupai Kweekschoolen (guru pribumi) dan Normaal School.

3) Pendidikan Tinggi

a) Pendidikan Tinggi Teknik (Koninklijk Instituut voor Hoger Technisch Ondewijs Nederlandsch Indie).

b) Sekolah Tinggi Hukum (Rechtschool).

c) Sekolah Tinggi Kedokteran, berkembang semenjak dari nama Sekolah Dokter Jawa, STOVIA, NIAS dan GHS (Geeneeskundige Hoogeschool).

d) Sekolah training untuk kepala atau pejabat pribumi, Hoofdenscholen, OSVIA (Opleidingsscholen voor Inlansche Ambtenaren)

Sumber: Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1.500 - 1900, 1999
Sumber https://www.berpendidikan.com
Buat lebih berguna, kongsi:
close