Budaya Politik di Indonesia - Bangsa Indonesia yakni bangsa yang heterogen atas dasar suku, daerah, dan agama maka di Indonesia terdapat banyak subbudaya politik. Bangsa Indonesia yakni bangsa yang berprinsip Bhinneka Tunggal Ika sehingga semua bentuk subbudaya yang ada di Indonesia yakni budaya politik nasional. pada kesempatan kali ini akan mencoba membahas mengenai Perkembangan dan Ciri Budaya Politik di Indonesia. Semoga bermanfaat. Check this out!!!
A. Perkembangan Budaya Politik di Indonesia
Sebelum kurun kemerdekaan sampai reformasi kini ini, kecenderungan budaya politik yang terdapat di Indonesia yakni patrimonialisme. Dalam budaya politik semacam ini, teladan kekuasaan berjalan di atas prinsip kekerabatan kuasa antara penguasa sebagai pengayom, pelindung atau penjamin kesejahteraan, serta keamanan dan rakyat sebagai obyek yang dilindungi, diayomi dan dijamin kenyamanan, keamanan dan kesejahteraannya.
Oleh alasannya yakni itu, bertolak dari budaya politik di Indonesia yang lebih mengarah pada nilai-nilai patrimonial, maka jenis sistem politik dan demokrasi yang berkembang pun yakni sistem politik dan demokrasi patrimonial. Sistem politik jenis ini mengandaikan kondisi di mana para pemegang kebijakan mengeksploitasi posisi mereka hanya untuk tujuan-tujuan dan kepentingan pribadi, bukan kepentingan universal.
Menurut Rusadi (1988: 37 - 39), budaya politik Indonesia sampai remaja ini belum banyak mengalami perubahan/pergeseran dan perpindahan yang berarti. Walaupun sistem politiknya sudah beberapa kali mengalami perubahan ditinjau dari pelembagaan formal. Misalnya, sistem politik demokrasi liberal ke sistem politik demokrasi terpimpin dan ke sistem politik demokrasi Pancasila. Budaya politik yang berlaku dalam sistem perpolitikan Indonesia relatif konstan. Hal ini dikarenakan upaya ke arah stabilitas politik tidak perlu tergesa-gesa biar diperoleh keseimbangan dan mengurangi konflik seminimal mungkin.
B. Ciri-ciri Umum Budaya Politik di Indonesia
Bertolak dari pemaparan sejarah teladan budaya politik masyarakat Indonesia di atas, Afan Gaffar (2002: 106) merumuskan bahwa ada tiga ciri lebih banyak didominasi yang terdapat pada budaya politik Indonesia, yaitu sebagai berikut.
1. Hierarki yang tegas
Sebagian besar masyarakat Indonesia bersifat hierarkis yang mengatakan adanya pembedaan atau tingkatan atas dan bawah. Stratifikasi sosial yang hierarkis ini tampak dari adanya pemilahan tegas antara penguasa dan rakyat kebanyakan. Masing-masing terpisah melalui tatanan hierarkis yang sangat ketat.
Dalam kehidupan politik, efek stratifikasi sosial semacam itu antara lain tercermin pada cara penguasa memandang dirinya dan rakyatnya. Mereka cenderung merendahkan rakyatnya. Karena penguasa sangat baik, pemurah, dan pelindung, sudah seharusnya rakyat patuh, tunduk, setia, dan taat kepada penguasa negara. Bentuk negatif lainnya sanggup dilihat dalam soal kebijakan publik. Penguasa membentuk semua agenda publik, termasuk merumuskan kebijakan publik, sedangkan rakyat cenderung disisihkan dari proses politik. Rakyat tidak diajak berdialog dan kurang didengar aspirasinya.
2. Kecenderungan patronage
Kecenderungan patronage, yakni kecenderungan pembentukan teladan korelasi patronage, baik di kalangan penguasa dan masyarakat maupun teladan korelasi patron-client. Pola korelasi ini bersifat individual. Antara dua individu, yaitu patron dan client, terjadi interaksi timbal balik dengan mempertukarkan sumber daya yang dimiliki masing-masing. Patron mempunyai sumber daya berupa kekuasaan, kedudukan atau jabatan, perlindungan, perhatian dan kasih sayang, bahkan materi. Kemudian, client mempunyai sumber daya berupadukungan, tenaga, dan kesetiaan.
Menurut Yahya Muhaimin, dalam sistem bapakisme (hubungan bapak-anak), ”bapak” (patron) dipandang sebagai referensi dan sumber pemenuhan kebutuhan material dan bahkan spiritual serta pelepasan kebutuhan emosional ”anak” (client). Sebaliknya, para anak buah dijadikan tulang punggung bapak.
3. Kecenderungan Neo-patrimonialistik
Dikatakan neo-patrimonalistik alasannya yakni negara mempunyai atribut atau kelengkapan yang sudah modern dan rasional, tetapi juga masih memperhatikan atribut yang patrimonial. Negara masih dianggap milik pribadi atau kelompok pribadi sehingga diperlakukan layaknya sebuah keluarga.
Menurut Max Weber, dalam negara yang patrimonalistik penyelenggaraan pemerintah berada di bawah kontrol eksklusif pimpinan negara. Adapun berdasarkan Affan Gaffar, negara patrimonalistik mempunyai sejumlah karakteristik sebagai berikut.
- Penguasa politik seringkali mengaburkan antara kepentingan umum dan kepentingan publik.
- Rule of law lebih bersifat sekunder apabila dibandingkan dengan kekuasaan penguasa.
- Kebijakan seringkali bersifat partikularistik daripada bersifat universalistik.
- Kecenderungan untuk mempertukarkan sumber daya yang dimiliki seorang penguasa kepada teman-temannya lebih besar.
Semoga klarifikasi mengenai Budaya Politik di Indonesia di atas sanggup bermanfaat dan tentunya sanggup menambah wawasan sobat perihal materi pendidikan kewarganegaraan. Dengan masih banyak kekurangan dari artikel tersebut di atas, untuk itu kritik dan saran sobat akan sangat membangun untuk kemajuan bersama. Jangan lupa di like dan share ya. Terima kasih ^^ Maju Terus Pendidikan Indonesia ^^
Lihat juga artikel yang berkaitan dengan Budaya Politik lainnya berikut:
Lihat juga artikel yang berkaitan dengan Budaya Politik lainnya berikut:
Buat lebih berguna, kongsi: