Indarti Suhadisi pemateri Manajemen Sekolah pada pembinaan Penguatan Pendidikan Karakter beropini bahwa kesadaran kepala sekolah untuk memperkuat Pendidikan Karakter sudah secara kentara dilakukan, bahkan ada juga kepala sekolah yang mau berinovasi dengan mengintegrasikan pendidikan abjad dengan branding sekolahnya.
“Disini, para kepala sekolah sudah banyak yang terbuka, dan berinovasi untuk mengintegrasikan pendidikan abjad di sekolah. Bahkan, terdapat beberapa sekolah mengintegrasikan pendidikan abjad dengan branding sekolah yang ujungnya sanggup meningkatkan daya tarik sekolah itu sendiri,” ujarnya, ketika Sesi Manajemen Sekolah, Senin (7/11/2016).
Menurutnya, branding di tiap-tiap sekolah sebuah kenyataan, dan penguatan sangat perlu untuk realisasi branding. Melalui branding, lanjutnya, terdapat perjuangan dari kepala sekolah untuk mewujudkan kualitas sekolah berdasarkan branding yang diusungnya. Selanjutnya, partisipasi dari masyarakat, khususnya orang bau tanah menjadi luar biasa untuk membantu pendidikan. Branding sekolah merupakan sebuah keunikan yang dimiliki masing-masing sekolah. Dengan branding yang dimiliki, sekolah mempunyai kelebihan tersendiri dan mempunyai nilai tawar bagi para orang bau tanah yang hendak menyekolahkan anak-anaknya. Tanpa disadari, branding di beberapa sekolah bahwasanya sudah terbentuk atau terpateri di benak masyarakat.
“Itu ibarat ada orang bau tanah yang sebutkan sekolah A ialah sekolah favorit, sekolah unggulan, itulah branding,” jelasnya. Hanya saja, istilah branding itu gres mulai digunakan belakangan sebab meminjam dari istilah dunia industri. Tapi branding di sekolah itu lebih kepada penyadaran untuk peningkatan kualitas sekolah, khususnya pendidikan abjad yang dimiliki.
Contohnya, pengajaran abjad ulet dan tangguh sebagai turunan dari berdikari akan berbeda antara sekolah di Jakarta, dengan sekolah di pedesaan. Nanti, sekolah di pedesaan akan menekankan dengan kearifan lokal pertaniannya, menyesuaikan dengan kebutuhan siswa-siswa disana. Untuk itu, setiap sekolah akan mempunyai ciri khas berbeda satu dengan yang lain. Inilah bentuk branding sekolah tadi.
Menurut Anna J. Pangke, Kepala SDN 2 (Kepsek SDN) Amurang Sulawesi Selatan menjelaskan branding sekolah sangat mensugesti arah kualitas dari suatu sekolah. Dia mencontohkan, pada sekolahnya, ia bersama dengan rekan guru dan tenaga kependidikan tetapkan untuk memperlihatkan branding Berdikari bagi sekolahnya. Bukan tanpa alasan, pemilihan branding sebab seringnya sekolah tersebut tidak diperhatikan fasilitasnya oleh Pemerintah Daerah.
Walaupun begitu, Kepsek Anna tetap intens menghimbau para guru dan tenaga kependidikan untuk berkomunikasi dengan pihak orang tua. “Kami tetap rajin berkomunikasi melalui buku kiprah siswa, ataupun melalui telepon, dan komunikasi intens itu menerima respon positif dari mereka,” jelasnya.
Kemudian, terdapat bermacam-macam proteksi orang bau tanah yang diberikan ke sekolah untuk membantu kegiatan berguru mengajar. “Itu seringkali sumbangan dari orang bau tanah diberikan rahasia kepada kami, ibarat ketika kami mengajak siswa untuk melaksanakan kunjungan budaya mutu, ada orang bau tanah yang berikan amplop kepada guru,” jelasnya. Melalui hasil rembukan pihak sekolah, lanjut kepsek Anna, kami pun mengalokasikan untuk keperluan budaya mutu, dan kami sampaikan secara transparan kepada pihak orang tua.
Sedangkan, Purwanto, Kepala SMP Negeri 1 Bontang, Kalimantan Timur, mengungkapkan, pemberian branding sekolah tidak melulu berupa pencapaian prestasi akademik, bisa juga melalui keunggulan pembangunan abjad yang dimiliki. “Kami mencoba untuk membranding dengan BISA (Bersih Indah Sehat dan Aman), dan kami beri bukti dalam prestasi, tapi juga kami mengikuti kegiatan pembangunan karakter, melalui peduli terhadap lingkungan dengan tidak sembarangan membuang sampah, ternyata kami bisa menerima prestasi sekolah sehat hingga taraf provinsi,” jelasnya.
Welfin, Kepala SDN 1 Limboto, Gorontalo menjelaskan komunikasi intensif antara guru dengan orang bau tanah penting terutama bekerjasama dengan pencapaian acara sekolah. “Kami selalu berkomunikasi terlebih dahulu mengenai sasaran pencapaian kami tiap tahun untuk masing-masing kelas, kemudian para orang bau tanah tersebut yang berinisiatif untuk bergotong royong,” ujarnya. Dia mencontohkan, ketika kepala sekolah yang pernah mengenyam kursus singkat di Jepang ini memaparkan mengenai kebutuhan toilet siswa di dalam kelas semoga lebih berkonsentrasi belajar, tidak hilir pulang kampung keluar masuk kelas. “Kami paparkan alasannya, rinciannya, para orang bau tanah itu yang bentuk paguyuban merealisasikan toilet kelas tersebut, alhasil tiap-tiap ruang kelas sudah mempunyai toilet, hasil sumbangan dari para orangtua,” jelasnya.
Namun, seringkali kerja sama sekolah dengan orang bau tanah terkendala dengan keberadaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) wacana pelarangan sumbangan dan pungutan di sekolah. “Pernah kami terapkan ibarat itu, kami jelaskan acara sekolah, pihak orang bau tanah mendukung, tapi penolakan justru tiba dari masyarakat umum,” ujar Marwiyah Paputungan, Kepala Sekolah SDN 1 Motoboi Kecil, Sulawesi Utara.
Ketika itu, lanjut Marwiyah, ada kompetisi olah raga di sekolah kami, dan kami mengusulkan orang bau tanah untuk berpartisipasi pada kompetisi itu. Kemudian, ada orang bau tanah siswa kami yang membawakan tanaman untuk menghiasi lapangan sekolah. Saat acara, ada tamu dari kalangan wartawan dan bertanya mengenai kehadiran tanaman di lapangan sekolah, sebab bawah umur kami cenderung polos, mengakui itu tanaman sebagai pemberian salah seorang orang bau tanah siswa. “Itu sempat ramai wartawan bolak balik mendatangi sekolah kami, penjelasan mengenai pungutan dan sumbangan dari orang tua,” terperinci Marwiyah.
Permendikbud wacana Pelarangan Terhadap Sumbangan dan Pungutan dari Orang Tua masih menjadi hambatan bagi kepala sekolah menerapkan pengelolaan partisipasi masyarakat. “Ada juga pihak-pihak yang tidak menyetujui pemberian sumbangan oleh orang tua, sebab adanya larangan pungutan dan sumbangan,” tutur Marwiyah Paputungan, Kepala Sekolah SDN 1 Motoboi Kecil, Sulawesi Utara.
Menurut Indarti, akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan sekolah menjadi kunci dari keterlibatan partisipasi masyarakat terhadap acara sekolah. “Ketika sudah banyak masyarakat yang tanggap terhadap acara sekolah, kepala sekolah tetap perlu pembekalan akuntabilitas pengelolaan keuangan, sebab kebanyakan wujud partisipasi masyarakat, khususnya orang bau tanah berupa materi,” tutupnya.
Brand alias merek bagi sekolah bukan sekedar nama dan lokasimelainkan sebuah identitas untuk dikenal dan sanggup dibedakan mutu pelayanannya dari sekolah lain.Karena itu sekolah harus bisa menampilkan proses pelayanan pendidikan melalui atribut kegiatan berguru mengajar yang unik ,meliputi mutu KBM,kepuasan berguru siswa,prestasi siswa dan mutu out come).Sekolah juga bisa member kesan yang mendalam kepada siswa dan masyarakat wacana manfaat bersekolah ditempat anda. Siswa dan masyarakat mendapatkan “value” bersekolah (brand value ) ,bukan hanya akademik ,namun juga daya saing dan budbahasa mulia.Sekaligus sekolah sanggup membidik “costumer “ yang menjadi sasaran marketnya.
Sekolah yang ingin bermerk alias mempunyai nama , berupaya untuk mengelola keinginan masyarakat terhadap kemajuan akseptor didik,mengenali aneka kecemasan yang dihadapi siswa dan masayarakat sekaligus menemukan solusinya ,memberikan hasil faktual kegiatan berguru mengajar nya sehingga masyarakat mempunyai kepercayaan ,seeing is believing .Termasuk sekolah dapat menentukan segmentasi “pasarnya “sendiri. Sampai akhirnya masyarakat mempunyai kemampuan untuk mengenali dan mengingat (brand awareness ) bahwa sekolah anda pantas untuk dipertimbangkan untuk dipilih bagi kemajuan putra putri mereka.
Bagi masyarakat yang terprovokasi sesaat biasanya merupakan unaware of brand ,yakni mereka tidak menyadari atau tidak tahu “keunggulan” pelayanan pendidikan yang anda miliki. Menghadapi yang ibarat ini anda harus berani mendapatkan kenyataan bahwa mereka bukan termasuk sasaran market yang ingin diraih. Selama proses kegiatan berguru mengajar yang sudah dilakukan mengacu pada kepentingan terbaik siswa sehingga mutu outcome sanggup memberi kepuasan masyarakat. Karena bukti fisik mutu outcome “lebih nyaring” suaranya daripada bunyi suara sumbang yang tidak dibisa dipertanggung jawabkan.
Sekalipun demikian bebrapa calon siswa dan orang tuanya sering belum tahu secara mendalam wacana keunggulan pelayanan anda dan perlu upaya penyadaran/edukasi,brand recognition.Aktivitas publikasi bukan hanya melalui iklan ,melainkan juga bisa melalui banyak sekali event atau kegiatan yang sanggup mendatangkan masayarakat seperti;jalan sehat,lomba kreativitas calon siswa,seminar,pentas seni ,bakti social,pameran pendidikan dan banyak sekali acara yang sanggup diketahui ,dikenal ,dan memperlihatkan pengalaman berkesan atas mutu outcome sekolah anda.
Guna membangun ingatan yang berpengaruh terhadap sekolah ,brand association , sekolah perlu mempunyai karakter kuat dan unik sehingga sanggup diingat , dan memperlihatkan kesan postif sekaligus menciptakan masyarakat menentukannya sebagai pilihan utama dan pertama dalam menyekolahkan anaknya. Brand association ,adalah sekumpulan asosiasi pelayanan pendidikan yang terbentuk pada benak calon siswa dan orang tuanya,misalnya mutu keterhadalan akademik siswa,kedisipilnan,nuansa religi,ragam ektra kurikuler dan prestasinya dsb.Tentukan abjad unik yang anda ingin kembangkan dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) maupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP ) .
Brand sekolah akan terbangun kalau reputasi mutu pelayanan pendidikan yang anda lakukan sanggup mendorong masyarakat melaksanakan evaluasi secara totalitas dapat memberikan kepuasan pelanggan. Karena itu anda bersama team disekolah harus selalu meningkatkan mengelola dan berinovasi bermacam-macam kegiatan pembelajaran guna kemajuan dan kepentingan peserta didik ,sehingga informasi negative apapun tidak akan memberi imbas apapun bagi calon target market dan tetap setia memilih sekolah anda.
loading...
Buat lebih berguna, kongsi: